Hari itu, Jumat sore, Project manager dan tim sedang mengadakan pertemuan status akhir minggu terkait kemajuan proyek dan diskusi langkah-langkah yang perlu diambil untuk melanjutkan ke fase berikutnya, yang sedianya dijadwalkan akan dimulai pada hari Rabu minggu depan.
Rapat berjalan singkat dan sebagian besar anggota tim menyatakan bahwa pekerjaan yang mereka tangani sudah selesai. “Aman, Pak. Vendor sudah kami dapatkan, nanti saya akan melakukan pembaruan,” sahut staf pengadaan. Pertemuan pun ditutup.
Singkat cerita, saat hari Rabu tiba, staf pengadaan datang kepada project manager dengan wajah panik. Staf pengadaan berkata, “Pak, gudang vendor yang menyuplai barang kebutuhan proyek terbakar. Kemungkinan besar kita tidak bisa memulai fase selanjutnya dalam minggu ini.”
Project manager bertanya balik kepada staf pengadaan, “Apakah kita memiliki daftar vendor yang bisa dihubungi sebagai backup jika terjadi kejadian tak terduga seperti ini?”
Staf pengadaan menjawab, “Ada, Pak. Namun sepertinya daftar tersebut tidak terupdate. Saya akan fokus untuk melakukan cross check pada database Vendor. Saya perkirakan butuh waktu sekitar dua hari untuk menyelesaikannya, dan sejalan dengan itu, saya akan segera mengumumkan proses lelang baru, Pak.”
Project manager melihat jadwal dan menganalisis dampak terkait kemungkinan penundaan tanggal Go-Live yang sudah disepakati dengan pemangku kepentingan utama.
Lalu, bagaimana cara meminimalkan dampak dari kejadian seperti contoh kasus di atas?
Dalam kondisi di atas, sangat terlihat jelas, bahwa pembahasan mengenai faktor risiko dan strategi mitigasinya belum efektif diterapkan di tim tersebut.
Bagaimana cara membangun budaya dan lingkungan di mana anggota tim merasa nyaman untuk membicarakan risiko?
Membangun budaya di mana tim proyek dan pemimpin dapat terbuka dalam membicarakan risiko membutuhkan waktu dan rasa kepercayaan antara satu sama lain.
Berbicara mengenai langkah umum untuk menghadapi risiko dalam proyek adalah sebagai berikut [1]:
- Identifikasi Risiko: Langkah pertama adalah mengidentifikasi risiko apa saja yang mungkin timbul dalam proyek. Contohnya, dengan menganalisis lingkungan proyek, mencari tahu potensi masalah atau hambatan yang akan terjadi, dan mengevaluasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proyek secara negatif.
- Komunikasikan Risiko: Kata yang tepat adalah transparansi. Setelah risiko diidentifikasi, maka penting untuk berkomunikasi dengan seluruh tim proyek tentang risiko tersebut. Diskusikan saja secara terbuka dan transparan tentang risiko yang akan dihadapi dan bagaimana cara mitigasinya. Kita harus memastikan juga bahwa semua anggota tim memahami risiko yang ada dan mengetahui tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi risiko.
- Tentukan siapa Penanggung Jawab: Tentukan siapa yang bertanggung jawab untuk mengelola dan memitigasi setiap risiko. Setiap risiko harus memiliki pemilik (PIC) yang akan mengawasi langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi dampak negatifnya. Memiliki pemilik risiko akan memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil dalam waktu yang tepat.
- Prioritaskan Risiko: Setelah risiko diidentifikasi, tentukan prioritasnya. Menentukan risiko mana yang memiliki dampak paling signifikan dan probabilitas terjadinya yang tinggi akan membantu dalam mengalokasikan sumber daya dan waktu yang tepat untuk mengatasi risiko tersebut.
- Tentukan Dampak (impact) dan Tingkat Keparahan (Severity): Evaluasi dampak dari setiap risiko yang diidentifikasi. Mengukur sejauh mana risiko tersebut dapat mempengaruhi proyek secara keseluruhan. Tinjau juga tingkat keparahan risiko, yaitu seberapa serius dan kritis risiko tersebut jika terjadi.
- Diskusikan Risiko di Setiap Pertemuan Status: Risiko harus menjadi bagian dari diskusi reguler dalam setiap pertemuan status proyek. Tinjau dan diskusikan status mitigasi risiko yang ada, kemajuan dalam mengatasi risiko, serta risiko baru yang mungkin muncul. Melakukan diskusi teratur akan membantu dalam menjaga pemahaman yang berkelanjutan tentang risiko dan upaya mitigasinya.
Semakin sering kita membicarakan risiko, efeknya akan membiasakan anggota tim untuk aktif terlibat bersama-sama mengawal proyek yang sedang berjalan. Tapi pertanyaannya, seberapa sering kita harus membahas risiko?
Karena jika terlalu sering, juga akan menjadi tidak produktif. Bisa dijadwalkan, misalnya, di setiap akhir pertemuan status dengan tim, kita dapat menelusuri satu per satu daftar risiko bersama dengan tim dan menandai mana yang merupakan risiko dengan “R” dan mana yang sudah menjadi masalah dengan notasi “I” – apakah itu risiko atau masalah? Kemudian kita akan membahasnya dalam pertemuan status berikutnya.
Fig. 1: Contoh Daftar Risiko beserta notasinya
Jika di tempat kerja ada Project manager yang lebih berpengalaman, ada baiknya diberlakukan juga proses mentoring bagi rekan-rekan manajer proyeknya, agar mereka tidak canggung dalam berbicara mengenai risiko. Membicarakan risiko sulit bagi sebagian orang karena mereka melihatnya dengan konotasi negatif atau rasa takut. Semoga dengan tips di atas, bicara tentang risiko tidak menjadi hal yang tabu lagi, dan mereka yang berani berbicara, diapresiasi.
Referensi
[1] Project Management Institute. (2017). A guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK guide) (6th ed.). Project Management Institute.