Era Post-Truth: Ketika Emosi Mengalahkan Fakta

Reading Time: 2 minutes

Dalam era digital yang serba cepat ini, informasi mengalir begitu deras di berbagai platform, mulai dari media sosial hingga portal berita daring. Namun, di balik kemudahan akses informasi ini, ada tantangan besar yang kita hadapi, yaitu fenomena Post-Truth Era atau Era Pasca-Kebenaran. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana opini publik lebih dipengaruhi oleh emosi dan keyakinan pribadi dibandingkan dengan fakta objektif. Kebenaran sering kali dikaburkan oleh narasi yang dibuat untuk membangkitkan emosi, memperkuat bias, atau mendukung kepentingan tertentu. Hal ini mengakibatkan masyarakat lebih mudah menerima informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.

Ciri-Ciri Post-Truth Era

  1. Emosi Mengalahkan Fakta

Orang lebih cenderung mempercayai informasi yang mendukung keyakinan mereka, meskipun tidak memiliki dasar bukti yang kuat.

2. Meningkatnya Hoaks dan Misinformasi

Penyebaran berita palsu (hoaks) menjadi semakin masif, terutama melalui media sosial, sehingga sulit membedakan mana yang benar dan yang salah.

3. Penguatan Bias Kognitif

Algoritma media sosial sering kali menyajikan konten yang memperkuat pandangan seseorang, bukan yang menantang atau memperluas perspektif mereka.

4. Ketidakpercayaan terhadap Institusi

Banyak orang mulai meragukan media, akademisi, dan institusi resmi karena menganggap mereka memiliki agenda tersembunyi.

5. Manipulasi oleh Pihak Berkepentingan

Politisi, pemimpin opini, atau pihak lain sering menggunakan strategi post-truth untuk memanipulasi opini publik, seperti menggunakan retorika emosional daripada argumentasi berbasis data.

Dampak Post-Truth Era

Fenomena post-truth membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari politik, media, hingga kehidupan sosial. Salah satu dampak terbesar adalah meningkatnya polarisasi masyarakat. Orang cenderung hanya mempercayai informasi yang sesuai dengan pandangan mereka dan menolak sudut pandang lain, yang mengakibatkan perpecahan dalam diskusi publik. Selain itu, berita palsu yang menyebar tanpa kontrol dapat memicu kepanikan, kebingungan, dan bahkan mengganggu stabilitas sosial.

Contoh Nyata dalam Kehidupan

  • Politik: Kampanye politik yang lebih banyak mengandalkan propaganda dan informasi menyesatkan daripada kebijakan yang berbasis data.
  • Media Sosial: Penyebaran teori konspirasi dan hoaks yang lebih cepat viral daripada berita faktual.
  • Pemasaran: Taktik iklan yang menggunakan narasi emosional tanpa dasar ilmiah yang kuat.

Bagaimana Menghadapinya?

Menghadapi era post-truth memerlukan kesadaran kritis dalam mengonsumsi informasi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  • Verifikasi informasi sebelum mempercayai atau menyebarkannya.
  • Gunakan sumber berita yang kredibel dan terpercaya.
  • Biasakan berpikir kritis dan skeptis terhadap klaim yang tidak didukung bukti.
  • Jangan terjebak dalam gelembung informasi (filter bubble) yang hanya memperkuat keyakinan sendiri.

Kesimpulan

Era post-truth menantang kita untuk lebih cerdas dalam mengonsumsi informasi dan tidak mudah terpengaruh oleh opini yang belum tentu benar. Dalam dunia yang semakin dipenuhi dengan narasi berbasis emosi dan manipulasi, penting bagi kita untuk tetap berpegang pada fakta, berpikir kritis, dan membangun budaya literasi informasi yang lebih baik. Dengan demikian, kita dapat menjadi masyarakat yang lebih rasional, berwawasan luas, dan tidak mudah terjebak dalam perang opini yang menyesatkan.

Referensi

  1. Gunawan, B., & Ratmono, B. M. (14 April 2021). Demokrasi di era post truth. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  2. Keyes, R. (3 Oktober 2004). The post-truth era: Dishonesty and deception in contemporary. New York, NY: St. Martin’s Press.
  3. Susanti, S., dkk. (2020). Kajian komunikasi dalam era post-truth. Bandung: Bitread Digital Publishing.
  4. McIntyre, L. (16 Februari 2018). Post-truth. Cambridge, MA: The MIT Press.
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Suparjo
Suparjo
Data Science Enthusiasm, Founder of KEBUN (Kelas Edukasi Berbagi Untuk Negeri), Independent English Teacher.
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi