Ada beberapa sosok agile (gesit dan lincah) di tubuh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Lantas, tantangan-tantangan apa yang akan mereka hadapi kelak?
Mari kita fokuskan kepada beberapa karakter agile tersebut: Nadiem Makarim di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Erick Thohir di Kementerian Badan Usama Milik Negara (BUMN), dan Wishnutama di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Saya mencoba terlebih dulu membaca pikiran Presiden Jokowi dan menyimpulkan ekspektasinya:
Nadiem Makarim mendapat tugas bagaimana mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul seperti sosoknya: muda, pintar, memiliki jiwa entrepreneur, dan melek teknologi.
Erick Thohir mendapat tugas mentransformasi BUMN supaya tidak lagi menjalankan tugas negara saja, tapi sebagai profit center yang dikelola secara profesional dengan key performance indicator/KPI (profit and loss).
Wishnutama mendapat tugas membuat pariwisata yang merupakan potensi terbesar Indonesia non-sumber daya alam (SDA) bisa tergali secara kreatif sehingga pertumbahan ekonomi di daerah bisa tumbuh secara mandiri.
Bagaimana dengan tantangan untuk mewujudkan itu semua? Banyak! Daftar tantangannya akan sangat panjang, namun menurut hemat saya ini yang terberat antara lain.
Pertama, kultur. Kultur adalah kebiasaan di dalam suatu organisasi yang sudah turun temurun dan mengakar. Berbeda dengan perusahaan yang mereka bangun, Kementerian sudah ada sejak mereka belum lahir! Proses, prosedur operasional standar (SOP), aturan tertulis, dan tidak tertulis sudah berjalan sejak saat itu.
Dan kita semua tahu, kultur pemerintahan kita adalah sangat birokratif dan lambat. Pengambilan keputusan penting dan urgen bisa memakan waktu berminggu-minggu, sehingga roda pemerintahan berjalan lambat, alias tidak agile!
Kedua, organisasi. Kementerian memiliki organisasi sangat besar dan luas yang mencerminkan besarnya wilayah republik kita ini. Ukuran organisasi seperti ini membuat sulitnya berkoordinasi, sehingga gerakannya menjadi pelan dan lambat. Tidak hanya itu, organisasi yang besar membuat mereka tidak saling kenal sehingga dapat memunculkan ego sendiri-sendiri dan akhirnya mereka bekerja berdasarkan fungsi mereka masing-masing. No teamwork means no agility!
Ketiga, birokrasi. Birokasi yang mengutamakan paperwork ketimbang hasil sebenarnya untuk menghindari cacat administrasi yang dapat berakibat panjang, seperti menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga menjadi kasus hukum. Kondisi ini membuat tim menjadi tidak berani mengambil risiko dan akibatnya roda pemerintahan berjalan bukan berdasarkan hasil, namun sempurnanya administrasi.
Keadaan ini mematikan inovasi dan ide-ide kreatif yang justru sedang gencar-gencarnya diharapkan lahir dari sosok-sosok agile seperti mereka.
Keempat, people. Orang-orang di dalamnya sangat bervariasi dengan latar belakang yang berbeda-beda, dan motivasi kerja yang macam-macam. Walau orang nomor satunya sudah agile, tantangannya adalah bagaimana orang-orang di bawahnya yang menjalankan itu semua ikutan agile, karena pada akhirnya yang menjadi eksekutor bukan Nadiem, Erick Thohir, atau Wishnutama, tapi mereka yang di bawahnya. Apabila mereka tidak agile, maka mimpi pemerintahan berjalan dengan cepat tidak bisa diwujudkan.
Menghadapi tantangan-tantangan di atas, kita harus buatkan roadmap dan menurut saya dengan usulan tiga tahapan besar.
- Perubahan. Mengubah kultur organisasi merupakan pekerjaan rumah (PR) terberat buat mereka, karena tanpa perubahan tidak mungkin tujuan besar dari Jokowi bisa terealisasi. Perubahan kultur tidak bisa berjalan dalam waktu singkat (teorinya), namun ada beberapa BUMN yang berhasil mengubah kultur organisasinya dalam waktu yang singkat (tidak perlu sebut nama).
- Perkembangan. Dari perubahan diharapkan adanya perkembangan yang mengarah kepada tujuan besar tersebut. Dalam agile dikenal istilah inspect & adapt, di mana proses perkembangan perlu improvisasi dan cepat beradaptasi dengan kondisi dari masing-masing organisasi.
- Pencapaian. Tahapan inilah di saat hasil tercapai, yaitu hasil dari kabinet agile yang dengan cepat dan lincah dalam waktu yang singkat berhasil mewujudkan mimpi besar di masing-masing kementerian yang dipimpin oleh sosok agile.
Jadi, kesimpulannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat perubahan yang mendorong perkembangan untuk meraih pencapaian yang diharapkan Presiden Jokowi dan kita semua yang juga punya ekspetasi tinggi kepada mereka.
Lalu, apa setelah itu? Saya akan mendetailkan kunci mewujudkan perubahan di kementerian yang mereka pimpin. Tentu, tak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan, yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari kita semua membantu mereka!
Sumber: https://geotimes.id/kolom/membaca-jokowi-dan-tantangan-kabinet-agile/