Agile vs Fragile: Membedah Perbedaan Tim yang Sehat dan Tim yang Hancur – Seri 11

Reading Time: 3 minutes

Di dunia pengembangan perangkat lunak dan manajemen proyek, dua istilah yang sering muncul adalah Agile dan Fragile. Meskipun terdengar mirip, keduanya menggambarkan pendekatan yang sangat berbeda dalam cara tim bekerja dan beroperasi. Artikel ini akan membahas perbedaan mendasar antara tim yang mengadopsi metode Agile dan tim yang cenderung menggunakan pendekatan Fragile, serta mengapa pendekatan Agile lebih mengutamakan keberlanjutan dan kesejahteraan tim.

Agile: Keberlanjutan dan Kerja Sama

Metodologi Agile dikenal dengan prinsip-prinsip yang menekankan kolaborasi yang erat antara tim, stakeholder, dan pengguna. Salah satu prinsip utama dalam Agile adalah menjaga tim tetap segar dan mampu bekerja dalam tempo yang berkelanjutan. Standar dan proses yang diterapkan bukan untuk membatasi kreativitas tim, tetapi untuk memungkinkan kecepatan dan fleksibilitas yang lebih besar dalam menyelesaikan proyek. Dalam konteks ini, tim Agile melihat proyek sebagai maraton yang terdiri dari banyak sprint kecil. Setiap sprint adalah langkah maju menuju tujuan akhir, tetapi tim tidak akan mengorbankan keseluruhan maraton hanya demi kemenangan satu sprint.

Proses Agile menstabilkan cara tim bekerja, namun tetap memberikan kebebasan dalam kerangka kerja yang ada. Tim akan memastikan bahwa pekerjaan yang diambil realistis dan disesuaikan dengan kemampuan tim. Pengelolaan sumber daya sangat dijaga agar tetap segar, dengan fokus pada keberlanjutan kerja dalam jangka panjang.

Salah satu contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan prinsip ini adalah perbandingan dengan balap kuda Triple Crown. Tiga perlombaan besar dalam Triple Crown—Kentucky Derby, Preakness Stakes, dan Belmont Stakes—dilihat sebagai satu kesatuan yang membutuhkan strategi dan pengelolaan kuda yang baik, bukan sekadar memaksakan kemenangan pada perlombaan pertama hingga mengorbankan kuda. Begitu pula dengan proyek Agile, di mana tim harus bekerja secara seimbang dan terjaga untuk menyelesaikan proyek dengan sukses, tanpa terjebak dalam upaya sprint yang berlebihan.

Fragile: Kejatuhan dalam Keterbatasan

Sebaliknya, tim yang menggunakan pendekatan Fragile cenderung terlalu fokus pada hasil jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Pendekatan ini seringkali mengandalkan birokrasi yang berlebihan atau bahkan menghilangkan proses dan standar yang dapat mendukung kelancaran kerja. Tujuan utamanya adalah untuk “membebaskan” tim dari segala hambatan administratif, tetapi sering kali hal ini malah menciptakan ketidakseimbangan yang merugikan.

Dalam tim Fragile, tim didorong untuk bekerja keras dalam waktu yang sempit, sering kali dengan jam kerja yang panjang dan tugas yang tidak realistis. Sumber daya diperlakukan seolah-olah mereka adalah komoditas yang dapat dipergunakan tanpa mempertimbangkan kesejahteraan jangka panjang mereka. Hal ini mengarah pada fenomena yang dikenal dengan “burn out”, di mana tim kehilangan semangat dan energi mereka, akhirnya berisiko gagal mencapai tujuan proyek secara keseluruhan. Burn down chart—yang seharusnya menggambarkan progres—justru menjadi representasi dari kelelahan tim, yang berujung pada kerusakan moral dan produktivitas yang menurun.

Perbedaan Utama: Keberlanjutan vs Kehancuran

Secara keseluruhan, perbedaan utama antara tim Agile dan Fragile terletak pada pendekatan terhadap keberlanjutan kerja. Tim Agile berfokus pada pengelolaan sumber daya secara seimbang dan menjaga semangat serta kinerja tim untuk jangka panjang. Sebaliknya, tim Fragile cenderung memaksakan kerja keras yang berlebihan dalam jangka pendek, yang mengarah pada kelelahan dan penurunan kualitas kerja dalam jangka panjang.

Tim Agile, dengan prinsip-prinsipnya yang fleksibel, memastikan bahwa setiap bagian dari proyek ditangani dengan cara yang realistis, menjaga energi tim tetap terjaga untuk menyelesaikan proyek dengan sukses. Di sisi lain, tim Fragile mungkin akan berhasil mencapai tujuan jangka pendek, tetapi tanpa pengelolaan yang tepat, mereka berisiko mengalami kegagalan yang lebih besar di kemudian hari.

Kesimpulan: Memilih Pendekatan yang Tepat

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, penting bagi tim untuk memilih pendekatan yang tidak hanya menekankan pada hasil instan tetapi juga pada kesejahteraan tim dalam jangka panjang. Metode Agile menawarkan sebuah kerangka kerja yang berfokus pada kolaborasi, keberlanjutan, dan pengelolaan sumber daya yang bijak. Tim yang mengikuti prinsip Agile tidak hanya berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, tetapi juga menjaga keseimbangan dan kualitas kerja untuk mencapai hasil yang lebih baik dan lebih tahan lama.

Sebaliknya, pendekatan Fragile—meskipun mungkin efektif dalam jangka pendek—sering kali mengarah pada kelelahan tim, penurunan semangat, dan kerusakan yang lebih besar dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan kesejahteraan tim dan keberlanjutan dalam setiap keputusan yang diambil. Dengan menerapkan prinsip Agile, tim dapat meraih kesuksesan tanpa mengorbankan kesehatan dan kinerja mereka.

Referensi

  1. Admin. (11 Maret 2013). Agile vs Fragile: Not a Death March. Diakses dari https://www.northwaysolutions.com/agile-vs-fragile-not-a-death-march/
  2. Cunningham, W. (2001). Manifesto for Agile Software Development. Diakses dari https://agilemanifesto.org/
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Suparjo
Suparjo
Data Science Enthusiasm, Founder of KEBUN (Kelas Edukasi Berbagi Untuk Negeri), Independent English Teacher.
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi