Langkah Strategis C-Level terhadap Kinerja Pegawai

Reading Time: 3 minutes

Dalam beberapa bulan terakhir, lonjakan informasi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terlihat naik kembali dari beberapa perusahaan rintisan yang sedang berjalan. Apa yang perlu kita persiapkan di tengah kondisi saat ini? Selain tetap bekerja secara optimal dan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, kita perlu membuat rencana berikutnya. Mengapa hal ini penting? Karena di tengah ketidakpastian, kita dapat saja mengalami cutoff / layoff dari pekerjaan tanpa informasi jauh-jauh hari dan bisa saja mendadak. Hal ini mungkin bagi sebagian orang masih termasuk hal yang wajar jika bekerja disebuah perusahaan rintisan/ startup.

Nah kenapa hal-hal tersebut bisa terjadi pada industri startup atau perusahaan rintisan yang notabene mendapatkan dukungan finansial dari para investor? Apakah saat ini dukungan finansial dari investor terkenal tidak menjadi jaminan bahwa pegawai pada perusahaan tersebut tidak akan di PHK? Apakah proses untuk mendapatkan dukungan finansial dari investor sebelumnya menggunakan data yang tidak valid sehingga investor menarik semua dukungannya dan mengakibatkan perusahaan rintisan tidak bisa melakukan kegiatan operasionalnya? Atau ada hal lain yang lebih menarik dari temuan tersebut? Berikut ini adalah beberapa faktor yang menurut penulis bisa menjadi alasan kenapa sebuah perusahaan melakukan cut off / layoff  terhadap pegawainya:

  1. Salah dalam Mengambil Keputusan Strategis

Terkait dengan hal ini, tentu ada hubungan timbal balik antara manajemen (C-Level) dengan para pegawai. Apakah langkah-langkah strategis perusahaan sudah dikomunikasikan dengan semua pegawai? Atau justru manajemen (C-Level) mengambil langkah sepihak tanpa berdiskusi dan bermusyawarah terhadap pegawainya sehingga menyebabkan over budget, over expectation sehingga menimbulkan biaya operasional yang membengkak dan tidak tercover dari hasil revenue proyek yang sedang berjalan. Jika demikian, tentunya akan membuat pegawai merasa diacuhkan dan tidak dianggap karena atas langkah strategis tersebut dapat berdampak kepada pegawai pada akhirnya.

  1. Over Budget dalam Mengelola Pegawai

Terkait dengan hal ini, tentu menjadi 1 hal yang perlu diperhatikan. Apakah dari sisi Tim Human Resource sudah memperhitungkan kemampuan finansial perusahaan untuk beberapa waktu tertentu dengan kewajiban pembayaran yang harus dilakukan secara berkala kepada pegawai dan juga operasional kantor. Bisa saja ada kondisi dimana perusahaan terlalu banyak rekrutmen pegawai baru padahal belum ada kebutuhan yang dibutuhkan oleh unit terkait, atau sudah ada dasar untuk rekrutmen namun biaya gaji dan operasional diatas dari dana yang sudah disepakati bersama. Tentunya hal ini juga akan menjadi efek yang akan merugikan pegawai karena suatu waktu dapat diberhentikan / di PHK kapan saja oleh perusahaan dengan alasan tertentu.

  1. Gaji Manajemen C-Level/Senior Level terlalu Besar

Terkait dengan hal ini, juga sudah bukan menjadi rahasia bahwa di beberapa perusahaan rintisan akan menawarkan gaji dan benefit yang competitive dan menarik untuk bisa memegang posisi dan jabatan tersebut. Di 1 sisi hal ini baik untuk akselerasi perusahaan agar bisa cepat menyesuaikan kebutuhan, namun di sisi lain akan menjadi bumerang dan resiko saat perusahaan menghadapi masalah finansial. Otomatis dan seperti yang saya baca pada beberapa artikel, jika terdapat cut off / layoff tentu yang paling duluan dilakukan adalah untuk jajaran Manajemen / Senior Level, kenapa? Karena untuk mengurangi biaya operasional dengan signifikan dan memperpanjang masa perusahaan untuk bisa bertahan di tengah isu finansial.

Berdasarkan artikel, data yang penulis dapatkan kurang lebih 3 alasan tersebut yang dapat menjadikan alasan terkait penurunan kinerja pegawai dalam sebuah perusahaan. Ketidakpastian dari perusahaan, tidak adanya benefit tambahan dari perusahaan, serta kurangnya perusahaan memperhatikan pegawai mungkin menjadi faktor-faktor pendukung lainnya yang menyebabkan tingkat turnover / leave employee menjadi tinggi. Dimana kita melihat perusahaan rintisan yang sudah bisa melakukan Manajemen Sumber Daya Manusia dengan baik, dapat lebih mempertahankan pegawainya dan bisa memberikan kenyamanan kepada pegawai untuk bisa bertahan untuk jangka waktu yang panjang.

Lesson Learned

Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh penulis secara langsung, menjadikan hal-hal tersebut menjadi poin dalam mengambil langkah selanjutnya. Dengan adanya komunikasi di awal terkait kondisi apa adanya perusahaan, dapat memberikan trust pegawai agar bisa tetap berjuang bersama dengan perusahaan. Namun jika pegawai tahu di akhir yang tentunya tidak ada informasi sebelumnya, bisa saja menyebabkan demotivasi dari pegawai karena hal tersebut sebenarnya diluar dari ranah pegawai. Kebijakan atau Langkah Strategis sebuah perusahaan tentunya harus di diskusikan bersama dengan pegawai, baik di level Staf hingga di level Senior Manager agar membangun lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif. Ada yang sependapat dengan saya? Saya tunggu di kolom komentar ya!!! Terima kasih.

Referensi

  1. Harvard Business Review January–February 2022 Page 43 – 48 (The Strategic Advantage of Incumbency) by ThomasW. Malnight and Ivy Buche
  2. https://money.kompas.com/read/2022/12/10/070000726/daftar-phk-massal-startup-bertambah-panjang-kini-ada-19-perusahaan-sepanjang?page=all
  3. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20221212133712-37-396058/daftar-startup-phk-karyawan-2022-dari-sayurbox-sampai-oyo
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Miswanto
Miswanto
Agile - Product Enthusiast, Product Manager, Member of Agilenesia. Alumni of Universitas Nusa Mandiri Jakarta
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi