Flexing – Yea or Nay

Reading Time: 4 minutes

Dalam sebuah  film “Good Will Hunting” yang pertama kali diputar pada sekitar tahun 1997,  terdapat satu adegan yang cukup menarik saat Sean Maguire (Robin Williams) dan Will Hunting (Matt Damon) sedang berbincang di sebuah kursi taman di tepi kolam.

Sean Maguire, seorang dosen berpengalaman dengan berbagai cerita hidup yang telah di jalaninya mulai dari seorang veteran perang, traveling ke tempat-tempat bersejarah, hingga pengalaman untuk mencintai dan menjalani hidup bersama istrinya yang telah meninggal akibat cancer. Lawan bicaranya adalah Will Hunting, seorang pemuda yatim piatu yang memiliki kecerdasan luar biasa dan juga pengetahuan tentang banyak hal yang dia dapatkan dari hobinya membaca berbagai macam buku.

Dalam adegan ini, Sean melihat bahwa Will adalah pemuda yang cerdas namun arogan dan merasa dirinya paling hebat hanya karena Will mengetahui banyak hal dari membaca buku. Sean mencoba untuk membuka mata Will dengan menasehatinya bahwa dengan hanya membaca buku tidak berarti membuat Will menjadi lebih hebat dari orang lain, Sean mengatakan bahwa pengalaman merasakan berada pada suatu hubungan dan berada di berbagai tempat berbeda sesungguhnya yang akan membuat diri kita memiliki “rasa” dan bisa memahami apa yang sedang dialami oleh orang lain disekitar kita.

Karakter Will Hunting digambarkan pada awal film ini sebagai pemuda yang suka melakukan pamer, atau dalam istilah hari ini kita sering menyebutnya sebagai flexing. Apakah itu flexing? apakah ini adalah hal yang baik atau justru buruk bagi kita? Penulis ingin berbagi pandangan terkait flexing dalam tulisan ini.

Penulis dibesarkan dengan sebuah pelajaran bahwa segala sesuatu itu diibaratkan seperti sebuah koin, memiliki dua sisi. Lalu bagaimana dengan flexing, arti katanya saja sudah terdengar buruk, pamer.

Ya mungkin betul, untuk sebagian orang berpendapat bahwa seseorang yang melakukan flexing dengan memamerkan harta kekayaan seperti mobil mewah, rumah mewah, dan jalan-jalan ke luar negeri sambil menggunakan pakaian dan tas-tas yang harganya ratusan juta bukanlah hal yang baik untuk ditiru. Dan dalam tulisan ini, penulis ingin mengajak untuk melihat flexing dari sisi yang berbeda.

Kita mulai dari hal yang terkecil lebih dulu, yaitu melakukan flexing dalam lingkup keluarga. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara (dan semuanya laki-laki). Pada momen-momen diskusi santai saat acara kumpul keluarga, beberapa kali saya melakukan flexing dengan bercerita kepada kedua adik saya tentang berbagai pengalaman yang pernah saya alami. Saya bercerita tentang pengalaman untuk bisa keliling ke berbagai kota berbeda di wilayah Indonesia dan juga kesempatan keluar negeri berkunjung ke beberapa negara. Sebagai informasi, penulis berasal dari keluarga sederhana di sebuah daerah pedalaman Jawa Barat (baca: Bekasi), dimana bagi kami saat itu traveling itu adalah sesuatu yang mewah.

Tujuan saya menceritakan pengalaman ini kepada adik-adik saya adalah untuk memotivasi dan menunjukan kepada mereka bahwa dengan latar belakang yang sama dan kemampuan financial yang tidak jauh berbeda, mereka juga bisa melakukan hal yang sama bahkan lebih.

Lingkup lain yang saya ingin sampaikan adalah melakukan flexing dalam dunia profesional, baik di perusahaan maupun melalui social media (linkedin).

Saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan milik asing sebagai seorang sales, dan tugas utama saya adalah menjual solusi yang kami miliki kepada customer dari berbagai perusahaan yang berbeda. Tahapan paling awal untuk dapat meyakinkan customer adalah dengan melakukan presentasi. Dan setelah kita mendengarkan kebutuhan dari customer, selain menyampaikan usulan solusi yang dapat membantu mereka, kita terkadang juga melakukan flexing dengan bercerita pengalaman perusahaan kita dengan project-project sebelumnya dan juga menunjukan seberapa kuat tim yang kita miliki.

Apakah melakukan flexing di depan customer seperti ini akan berakibat buruk?

Ternyata tidak juga, selama kita bisa memperhatikan penempatan waktu dan juga cara penyampaian flexing dengan tepat, ini justru membantu kita untuk bisa meyakinkan customer. Asalkan jangan sampai berlebihan juga ya, karena pada akhirnya fokus kita harus kembali kepada apa yang dibutuhkan oleh customer.

Tidak hanya untuk seorang sales, bagi seorang engineer pun flexing bisa juga digunakan dalam berbagai kesempatan. Misalkan dalam kesempatan wawancara kerja, seorang engineer bisa menceritakan tentang kemampuan yang dia miliki dan juga project-project yang pernah dikerjakan. Dengan harapan bahwa dia bisa meyakinkan calon perusahaan tempat dia akan bekerja untuk merekrutnya dan mendapatkan benefit sesuai dengan kemampuannya.

“Don’t judge. Teach. It’s a learning process.”

Carol S. Dweck, Mindset: The New Psychology of Success

Carol Dweck menuliskan dalam bukunya yang berjudul Mindset: The New Psychology of Success bahwa tidak penting apa keahlianmu, usaha lah yang akan memicu keahlian itu dan merubahnya menjadi sebuah pencapaian.

Di kesempatan yang berbeda, saya juga melihat banyak pengguna platform social media profesional seperti linkedin yang memiliki indikasi melakukan flexing. Mulai dari mencantumkan gelar pendidikan dengan sangat lengkap, menuliskan mantan-mantan perusahaan besar tempat dia pernah bekerja sebelumnya, hingga menuliskan berbagai postingan dan informasi yang menunjukan kelebihan dari orang tersebut. Saya pribadi melihatnya sebagai hal yang wajar saja, karena platform media social linkedin digunakan oleh sebagian besar penggunanya sebagai portofolio atau resume pribadi seseorang di dunia profesional.

 

Kesimpulan:

“Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu”

Ali bin Abi Thalib

Nasihat dari salah satu sahabat terdekat rasulullah Muhammad  SAW diatas mungkin terdengar tidak relevan dengan artikel ini tentang flexing. Namun saya ingin mengajak untuk melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa di era modern seperti sekarang ini, saat kita bisa menjangkau orang yang lebih banyak melalui situs jejaring ataupun lingkungan tempat kita bekerja diharapkan kita bisa lebih bijak dalam bersikap. Melakukan flexing selama didasari untuk hal yang positif saya rasa tidak masalah, asalkan flexing yang kita lakukan sesuai kadar yang pas dan tidak malah menjadikan kita terlihat sombong. Saya mengakhiri tulisan ini dengan sebuah pepatah lama yang mengatakan: “langit tak perlu menjelaskan dirinya tinggi”.

 

Referensi:

  1. Ben Affleck & Matt Damon, Good Will Hunting, Miramax, 1997
  2. Dweck, Carol S., Mindset-The New Psychology of Success, Random House, Inc.,  New York, 2006
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Didik Wicaksono
Didik Wicaksono
Agile Enthusiast, Experienced in Business Development
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi