Manajemen proyek merupakan rangkaian aktivitas dalam suatu jangka waktu tertentu untuk mengaplikasikan pengetahuan, keahlian, teknik, dan peralatan demi tercapainya suatu tujuan yang diinginkan. Suatu manajemen proyek dikatakan sukses jika tujuan yang telah ditetapkan berhasil dicapai sesuai dengan ruang lingkup, jangka waktu, anggaran, dan kualitas yang telah disepakati sebelumnya.
Suatu proyek akan menghasilkan deliverables seperti yang telah dicantumkan dalam Project Charter yang harus memenuhi kriteria kualitas yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan. Selain dari sisi deliverables, kualitas juga diharapkan dalam proses pelaksanaan proyek, di mana batasan-batasan harus dijaga sehingga semuanya tetap mengikuti perencanaan proyek yang telah disusun.
Proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaan dan waktu selesainya, untuk mencapai tujuan dan hasil yang spesifik dan unik, serta pada umumnya untuk menghasilkan sebuah perubahan yang bermanfaat atau yang mempunyai nilai tambah. Seringkali terjadi, sukses suatu proyek tidak berbanding lurus dengan terciptanya nilai bagi perusahaan. Misalnya proyek pengembangan dan implementasi sistem informasi aplikasi di sebuah perusahaan berhasil dan sukses dieksekusi oleh tim teknologi informasi, namun perusahaan merasa tidak mendapatkan manfaat yang berarti dalam penerapannya.
Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa manajemen proyek saja tidaklah cukup. Harus ada sebuah konsep yang lebih besar, di mana menempatkan manajemen proyek tersebut sebagai salah satu komponen dalam sebuah sistem. Di sinilah fungsi dan peranan dari Integrated Project Management (IPM) yang merupakan sebuah pendekatan solusi total, di mana suksesnya sebuah pelaksanaan proyek akan berdampak langsung terciptanya nilai dan manfaat bagi perusahaan.
IPM merupakan sebuah solusi total karena konsep tersebut tidak hanya dibangun dengan mempertimbangkan siklus eksekusi lengkap, yaitu : strategi, implementasi, dan operasi, namun juga memperhatikan terciptanya sejumlah obyektif dalam setiap fase pelaksanaannya yang dikenal dengan 5A, terdiri dari fase-fase sebagai berikut :
- Fase Awareness. Seluruh pemangku kepentingan harus mengerti mengapa sebuah proyek harus ada dan perlu dilaksanakan.
- Fase Alignment. Seluruh pemangku kepentingan harus memahami hasil apa yang diinginkan dari sebuah proyek, ruang lingkup atau batasan proyek yang ada, sumber daya, dukungan fasilitas yang diperlukan, target, dan durasi waktu yang telah ditetapkan.
- Fase Action. Seluruh orang yang terlibat dalam proyek melaksanakan atau mengeksekusi aktivitas di dalam proyek secara sistematis dan terintegrasi, berdasarkan perencanaan yang telah diuraikan dan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
- Fase Adoption. Seluruh pemangku kepentingan sepakat untuk menggunakan IPM sebagai bahasa bersama dalam melaksanakan proyek demi tercapainya proses yang efektif, efisien, dan memberikan manfaat yang besar bagi mereka yang berkepentingan.
- Fase Assurance. Seluruh orang yang terlibat akan meningkat kompetensi dan keahliannya dalam mengelola suatu proyek, di mana secara bertahap akan menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Konsep 5A tersebut menjadi dasar utama pembentukan sebuah solusi yang terintegrasi di dalam IPM, di mana secara garis besar ada empat tahapan yang harus dilalui dalam setiap pengembangan proyek, yaitu :
- Tahap Pre-Conditioning, yaitu situasi sebelum suatu proyek diresmikan pelaksanaannya.
- Tahap Project Management, yaitu ketika suatu proyek secara resmi dimulai sampai dengan selesai dilaksanakan.
- Tahap Managing Transition, yaitu keadaan yang terjadi setelah suatu proyek selesai dilaksanakan.
- Tahap Innovating Continuously, yaitu usaha perbaikan yang perlu dilakukan oleh organisasi setelah penyelenggaraan proyek dan transisi.
Berdasarkan pengalaman yang ada, kebanyakan proyek teknologi informasi mengalami kegagalan karena kurang diperhatikannya tahap pre-conditioning dan managing transition, bukan pada tahap project management itu sendiri. Pimpinan perusahaan merupakan kunci penanggung jawab dari setiap inisiatif dan pelaksanaan proyek yang ada di dalam perusahaan. Setiap keputusan terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek teknologi informasi pasti memiliki tujuan yang sejalan dengan strategi perusahaan.
Strategi pemantauan sumber daya internal yaitu dengan mengecek bahwa anggota tim proyek melakukan keahlian yang diperlukan dengan tingkat yang cocok. Untuk mendapatkan tinjauan memadai tentang sumber daya yang dibutuhkan, maka perlu melihat lagi rencana makro. Pada rencana tersebut, sumber daya diuji dari tingkat rangkuman. Rencana itu dipecah ke dalam beberapa bagian, didefinisikan menurut waktu. Hasilnya bisa digunakan dan dinilai menurut kriteria tertentu.
Komitmen pimpinan perusahaan merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki perusahaan. Komitmen tersebut tidak saja berarti yang bersangkutan harus memiliki semangat dan keinginan untuk secara sungguh-sungguh berperan dalam merencanakan dan memonitor proyek yang ada, namun lebih jauh lagi dalam hal persetujuan untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya.
Kondisi inilah yang harus dimengerti oleh seluruh pemangku kepentingan sebelum sebuah proyek teknologi informasi secara formal dinyatakan untuk dimulai (tahap pre-conditioning). Di sisi lain, bisa dijumpai kasus di mana setelah sebuah teknologi informasi berhasil dibangun dan di instalasi, sebagian besar karyawan tidak bersedia untuk menggunakannya karena tidak mau untuk berubah. Untuk itulah perlu diperhatikan eksekusi tahap managing transition.
Hal penting di dalam tahap pre-conditioning adalah melakukan analisa terhadap manusia di dalam organisasi atau perusahaan. Dengen memahami tipe, kondisi, dan perilaku manusia sebelum proyek dilaksanakan, maka perusahaan dapat menekan potensi kegagalan eksekusi secara lebih awal. Untuk sebuah proyek implementasi teknologi informasi, ada tiga tipe user di dalam perusahaan, yaitu :
- Achievers, yaitu mereka yang memiliki ambisi atau semangat positif untuk mencapai target tertentu.
- Wait and see, yaitu mereka yang dalam kehidupan sehari-hari lebih senang menunggu dan mengamati mengenai suatu keadaan sebelum yang bersangkutan mengambil keputusan untuk melakukan langkah-langkah tertentu.
- Dead wood, yaitu mereka yang sudah tidak peduli dengan keadaan sekitar (sering diistilahkan dengan “kartu mati”).
Kesimpulan :
Idealnya, pimpinan perusahaan, sponsor, manajer proyek, dan para pemain kunci lainnya haruslah mereka yang bertipe achiever sehingga tingkat keberhasilan proyek sangat tinggi. Jika karena keadaan atau kondisi tertentu yang bersangkutan adalah tipe wait and see. maka perlu dibangan sebuah kerangka insentif dan pengembangan kompetensi yang dapat meningkatkan kinerja mereka.
Referensi :
[1] Chan, K.C., Peter Ong, dan R. Eko Indrajit, Integrated Project Management, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004.
[2] Husen, Abrar, Manajemen Proyek – Perencanaan, Penjadwalan, dan Pengendalian Proyek, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011.
[3] Orr, Allan D., Advanced Project Management, P.T. Indeks, Jakarta, 2012.
[4] Project Management Institute, A Guide to the Project Management Body of Knowledge 7th Edition, Project Management Institute, Inc. Pennsylvania, 2021.
[5] Tantra, Rudi, Manajemen Proyek Sistem Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2012.