Aitehakadori (相手はかどり) – The Other Side!

Reading Time: 3 minutes

Beberapa malam yang lalu, kawan baik saya yang juga adalah guru bahasa Jepang saya bermurah hati untuk meluangkan waktunya secara gratis memberi pelajaran bahasa Jepang secara gratis via Zoom.

Di sesi itu saya dikenalkan dengan 20 kata-kata dalam bahasa Jepang yang saya belum kenal. Salah satu kata yang menarik adalah Tekagami (手鏡) atau hand-mirror yang kebanyakan digunakan oleh para wanita Jepang baik dijaman dahulu maupun sekarang untuk mengaca.

Dari segi desain, kaca tangan tersebut dibaliknya dihiasi dengan ornament Jepang yang menarik. Tiba-tiba saya teringat masa kecil saya di mana kaca serupa banyak saya jumpai dirumah Surabaya maupun di Omah Lawang (Rumah yang berada di Lawang, Jawa Timur).

Baik di Surabaya maupun di Lawang saya menemukan beberapa jenis Tekagami dari yang paling sederhana sampai ke paling mewah. Sebagai anak yang saat itu masih kecil, benda-benda tersebut mengundang rasa curiosity yang tinggi baik dari segi estitika maupun fungsi sehari-hari.

Yang paling sederhana saya jumpai di kamar pembantu kami, “Pa Susur”, yang masih mempunyai budaya menginang, mengunyah buah pinang, dengan selalu menggunakan Tekagaminya agar bibirnya tidak belepotan. Meskipun kacanya sudah retak, alat tersebut masih bermanfaat bagi penggunanya sebagai “reminder” untuk selalu mawas diri dan melakukan “self-check” secara fisik.

Fast forward setengah abad kemudian, saya bertemu dengan Tekagami ini dalam konteks yang berbeda. Saya menyeletuk ke Sensei Suzuki, apakah ada kata-kata didalam bahasa Jepang untuk Virtual Mirror agar kita dapat mawas diri dan mengaca setiap saat.

Beliau termenung sejenak dan berkata bahwa sebenarnya virtual mirror itu sudah ada didalam pikiran kita tapi belum kita aktifkan. Jika diaktifkan maka bukan saja kita dapat secara mental dan emosional menge-check dan recheck batin kita sendiri, kita bahkan dapat memahami the other sideAitehakadori!

Tiba-tiba saya terbangun oleh kata-kata Aitehakadori!  Sebuah ilmu yang beliau ciptakan untuk memahami the other side didalam hal apapun karena itu merupakan rumus keberhasilan hidup.

Saya bertemu pertama kali dengan Sensei Suzuki ditahun 2011 pada saat saya menjadi salah satu pembicara di acara Tokyo Project Management Symposium yang dihadiri oleh peserta dari seluruh dunia.

Ternyata pertemuan pertama itu sangat fateful, karena ditahun berikutnya saya undang beliau ke Surabaya untuk berbagi ilmu Aitehakadori nya keteman-teman ITS MMT, Surabaya.

Beliau sangat terkesan dengan enthusiasm teman-teman maupun dosen-dosen ITS yang hadir saat itu. Selain itu, beliau juga mengagumi Sake Gresik atau Legen, minuman lokal berkadar rendah alkohol.

Tidak kalah nikmatnya dengan Sake Jepang, tutur beliau dan tidak menyangka bahwa di Surabaya ada minuman yang sangat berkesan tersebut. Saat itu Sensei Suzuki menyatakan bahwa saya telah mengaplikasikan konsep Aitehakadori karena telah memahami kebutuhannya dari sisi the Other Side bukan dari sisi My Side!

Ditengah Covid19 ini setiap orang pasti disibukkan dengan memikirkan dirinya sendiri atau My Side! Namun Suzuki Sensei tetap mengingatkan bahwa dengan memperhatikan the Other Side maka kita akan menjadi lebih sempurna sebagai manusia karena itu pasti berdampak positif.

Pada saat yang hampir bersamaan, saya sedang membaca buku dengan judul “The Power of the Other Side” karangan Dr. Henry Cloud. Dr. Cloud menyarankan bahwa “Yes, relationship matters, but it must be the kind of relationship that builds good equipment-the technology of your mind, if you will-to improve performance. Relationships, the power of the other, cannot be delegated in the formula of getting to your next level.”

Sudah saatnya kita mencari Tekagami kita yang hilang dan memoles kacanya untuk selalu mengingatkan kita berakal sehat dan berani mengaca setiap saat. Dengan demikian kita dapat menciptakan relationships yang lebih sustainable dengan diri kita sendiri, sesama manusia maupun alam semesta.

Jika tidak, kita akan terbuai dengan segala nonsense yang dipenuhi oleh akal yang tidak sehat sehingga akhirnya kita collapseKuzure (崩れ). Huruf kanji Kuzure terdiri dari: dua bulan (月月) yang terletak dibawah satu gunung (山). Simbol kuno yang menyatakan dua bulan yang berada dibawah satu gunung adalah keruntuhan atau satu gunung diatas dua bulan tidak akan sustainable dan ending-nya collapse juga.

“Akumade jibun no ikken desu ga” – Ini adalah murni pendapat saya.

Sumber: https://geotimes.id/kolom/aitehakadori-%e7%9b%b8%e6%89%8b%e3%81%af%e3%81%8b%e3%81%a9%e3%82%8a-the-other-side/

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi