Reshuffle Kabinet Agile

Reading Time: 4 minutes

Akhirnya! Setelah kurang lebih 1 tahun 2 bulan Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet pada tanggal 23 Oktober 2019. Dari 3 menteri yang penulis anggap memiliki  karakter agile, yaitu cepat, tangkas, gesit, dan adaptif terhadap perubahan, ada 1 menteri yang terkena reshuffle, yaitu Wishnutama.

Sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), ekspektasi Presiden Jokowi sangat tinggi terhadap Wishnutama karena dikenal sebagai sosok yang muda (dapat menjangkau milenial karena gaya hidup milenial yang suka wisata), kreatif, inovatif, dan bertangan dingin. Beliau telah banyak membuktikan diri berhasil membangun media-media, dan terakhir berkolaborasi dengan Presiden Jokowi yang membanggakan kita semua yaitu ketika pembukaan Asian Games yang sangat sukses dan mendapat banyak pujian dari dunia internasional.

Singkat cerita, Wishnutama berhasil membuktikan dirinya sebagai putra bangsa yang kompeten di bidangnya. Dan tidak aneh jadinya ketika beliau diangkat menjadi Menparekraf sebagai panggung berikutnya dalam skala nasional untuk memajukan industri pariwisata Indonesia yang sudah semakin ketinggalan oleh negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang secara ukuran wilayah jauh lebih kecil dari Indonesia namun berhasil menggaet turis yang lebih banyak. Teka teki ini menjadi tantangan sendiri bagi seorang Wishnutama untuk dipecahkan.

Namun, manusia hanya bisa berencana, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan. Kita semua tahu bahwa, sejak Maret 2020 Indonesia terkena pandemi yang disebabkan oleh virus corona hingga hari ini. Tidak ada orang di dunia ini yang pernah merasakan pandemi, kecuali mereka yang berusia sekurang-kurangnya 102 tahun karena pandemi terakhir terjadi pada tahun 1918 yang dikenal dengan sebutan Spanish Flu.

Semua kegiatan yang bersifat “ngumpul-ngumpul” menjadi terlarang karena dapat menimbulkan penyebaran virus yang masif. Sehingga kita tidak bisa lagi ke mana-mana, alias kita diminta untuk “di rumah aja”. Salah satu korban terbesar dari pandemi yang tidak bisa  dihindari adalah sektor pariwisata, misalnya perhotelan, penerbangan, tempat-tempat wisata, UMKM yang menjual souvenir, dan masih banyak lagi. Wishutama dihadapkan  kepada suatu tugas yang maha berat yang tidak terpikir olehnya sejak hari pertama mengemban tugas menjadi Menparekraf.

Alih-alih target pencapaian jumlah turis yang datang ke Indonesia, tugas Wishnutama adalah menyelamatkan industri pariwisata di tengah-tengah pandemi. Tentu bukan tugas yang enteng karena kita semua tidak memiliki pengalaman apalagi solusi dalam menghadapi krisis ini. Di satu sisi kita bisa memaklumi keadaan ini,  namun di sisi lain Presiden Jokowi dan masyarakat pada umumnya tetap menaruh harapan kepada putra terbaik bangsa dalam mencoba mencari jawaban terhadap masalah besar ini.

Konsep agile yang dipopulerkan oleh Eric Ries dalam bukunya yaitu The Lean Startup mengatakan bahwa tidak ada yang pasti di dunia bisnis karena kita hidup di era yang sangat cepat perubahannya, oleh karena itu satu-satunya jalan untuk menvalidasi ide adalah untuk mengujinya langsung. Hilangkanlah debat-debat kusir dengan jalan cari ide, eksekusi ide, validasi ide, dan perbaiki ide supaya berhasil. Di dunia yang penuh ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi, kita harus berani ambil risiko, terlalu lama-lama berencana pada akhirnya akan buang-buang waktu dan ide atau solusi akan menguap karena kita terlalu lama “di dapur”.

Ada istilah perfection is the enemy of done di saat-saat ketidakpastian seperti sekarang ini. Mengambil tindakan memang ada risikonya, tapi tidak mengambil tindakan berarti kita menyerah kepada keadaan.

Gebrakan-gebrakan yang telah diinisiasi oleh 2 menteri agile lainnya yaitu Nadiem Makarim (Mendikbud) dan Erick Thohir (MenBUMN) tidak ada yang langsung sempurna. Terutama buat mas Nadiem yang masih sangat muda mengemban tugas yang maha berat yaitu menakhodai kementerian yang menjadi penentu kualitas generasi mendatang ditambah dengan beliau tidaklah orang akademisi, plus bukan orang partai atau memiliki dukungan politis yang kuat.

Namun, sebagai entreprenur yang berhasil melahirkan decacorn pertama dari Indonesia, beliau sadar bahwa konsep agile mengajarkan untuk pivot. Gojek didirikan oleh ide yang sangat sederhana yaitu menghubungkan calon penumpang dan abang ojek pangkalan, tidak terpikirkan oleh beliau bahwa Gojek ternyata dan pada akhirnya harus melakukan pivot dari ide awal tersebut menjadi perusahaan yang bergerak di bidang fintech melalui layanan Gopay-nya.

Pivot perlu dan harus dilakukan oleh kita semua dalam menghadapi banyak ketidakpastian agar kita menjadi lebih adaptif dan lebih cepat melakukan penyesuaian bukan kaku terhadap rencana atau ide awal. Pivot telah dilakukan oleh banyak perusahaan besar seperti Amazon yang ide awalnya “hanya” berjualan buku secara  online menjadi perusahaan raksasa IT karena ide dari karyawannya dalam hal infrastruktur IT menjadi berbasis cloud, jadilah Amazon Web Service (AWS).

Penulis yakin Wishnutama juga menyadari konsep-konsep agile di atas, karena itu penulis tetap menganggap beliau sosok agile yang selalu dibutuhkan oleh negeri ini.  Namun kita tidak boleh lupa bahwa lawannya agile itu adalah birokrasi. Pertempuran yang selama ini mungkin tidak terlihat  adalah pertempuran beliau di tubuh  internalnya sendiri.

Birokrasi yang sudah mengakar menyebabkan kecepatan gerak dari beliau menjadi lambat, keputusan untuk membuat gebrakan menjadi pelan karena pertimbangan-pertimbangan matang yang harus dilakukan dan membutuhkan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Belum lagi keterbatasan untuk  berkreatif karena efek pandemi harus di rumah aja.

Terlepas dari itu, penulis mencoba berkiblat ke negeri singa yang sangat agile. Bisnis wisata di Singapura sama matinya seperti di Indonesia, bahkan mungkin lebih mati karena budaya Singapura yang sangat ketat terhadap semua aturan (Singapore is a “fine” city). Namun, mereka tidak menyerah dengan keadaan, mereka berhasil membuat gebrakan yaitu menawarkan menjadi hub vaksin di kawasan Asia Tenggara, bahkan mungkin di Asia.

Ide-ide segar ini lah yang dinantikan oleh Presiden Jokowi dan masyarakat dari menteri-menteri agile kita. Apakah ide Singapura akan berhasil? Tidak ada yang bisa  menjamin tentunya. Tapi tidak ada cara lain untuk menguji keberhasilnnya, selain ya dicoba saja. Kalau belum sempurna, itu adalah wajar, kita belajar dari kesalahan dan memperbaiki solusi hingga sebaik mungkin (pivot).

Mungkin inilah yang masih kurang dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sehingga Presiden Jokowi harus menunjuk sosok Sandiaga Uno untuk mencoba menjawab tantangan besar di sektor pariwisata ini. Apakah beliau akan berhasil? Tidak ada yang bisa menjawab selain kita menanti keberanian beliau dalam membuat gebrakan dan mencoba hingga berhasil.

Akhir kata, terima kasih sebesar-besarnya kepada Wishnutama dan selamat datang kepada Sandiaga Uno!

Sumber: https://geotimes.id/kolom/reshuffle-kabinet-agile/

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Facebook Comment

Terbaru

Rekomendasi